“Allahu akbar….Allahu akbar….”. Pagi ini, 23 maret 2010 aku dibangunkan dengan lantunan adzan yang begitu indah, yang merasuk pikiranku. Suara adzan subuh itu seakan-akan menyuruhku untuk bangun dari tidurku yang lelap di atas kasur kuningku dan bantal hijauku yang empuk. Dan aku mulai menapakkan langkahku satu demi satu menuju musala, tempat aku dan kawan-kawan mengadu dan memohon ampun kepada Yang Mahakuasa.
“Silahkan kembali ke asrama” sahut guruku setelah memberi pencerahan jiwa kepada kami. Guru yang kebetulan memandu kami dalam salat tadi. Kamipun beranjak dari musalah, bersiap-siap untuk mandi. Disaat sedang berjalan aku merasa ada yang berbeda pada subuh kali ini yang tak seperti subuh-subuh sebelumnya, subuh-subuh yang membuatku malas untuk bertemu dengan sang mentari, namun kali ini aku merasa sangat bahagia walaupun hatiku masih diselimuti dengan kesedihan akibat kekalahan di pertandingan kemarin. Tapi aku tak tahu kenapa? Mungkin Ini semua berkat dia, dia yang senantiasa memberiku semangat dan memberi warna-warni dalam hidupku. Dan dialah Lunhy seorang wanita yang telah membuatku jatuh cinta.
Sehabisku memanjakan tubuhku yang kurus dan juga kotor akibat debu-debu yang melekat , aku segera memberi sedikit suplai energi ke dalam perutku yang mulai semalam sudah mengeluh. Saat makanan masih di dalam mulutku, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari Ipul yang begitu keras bagai aungan macan memasuki gendang telingaku “Ade’ cepat ko, bertugaski ini hari di kelas” katanya. Langsung saja kutopang ranselku yang berat akibat buku-buku tebal di dalamnya sehingga membuat tinggi badanku konstan. Namun semua itu tidak membuatku lelah untuk terus berlari menuju gerbang tempat Pak Ancu menanti kedatangan calon-calon ilmuwan yang kurang disiplin untuk diberi sedikit hadiah sebelum masuk ke dalam kelas. “Hosh…hosh… terlambatka pak?” Tanyaku dengan nafas yang tidak teratur. “Belumpi, masih ada sepuluh menit” jawab pak ancu seorang guru matematika sekaligus orang tua kami di asrama. Setiba di kelas kulihat ipul berdiri dengan sapu biru yang melekat di tangannya menantikan kedatangan teman piketnya, terutama Adul yang menjadi presiden di kelasku yang kebetulan juga piket pada hari ini. “Shalat…shalat…shalat…” teriak teman-temanku memanggil kami untuk shlat duha yang sudah menjadi rutinitas kami sehari-hari. Akupun mengambil air wudhu dan segera kulaksanakan shalat duha.
“Adakikah pak Hajir?” tanyaku pada Adul. “Tenapi kucinikiro pak hajir, ” jawabnya dengan bahasa planet. Dari kejauhan kumelihat seorang gadis masuk ke dalam kelasku, karena penasaran akhirnya kupercepat langkahku meninggalkan Adul yang masih berdiri di depan musalah. Ternyata gadis itu adalah Muthy, salah satu temanku yang duduk di kelas X. BJ. Habibie. “We’ anak basket nanti sore sudahnya ashar bertandingki lawan immim” katanya memberi pengumuman di kelasku. Sejenak aku teringat pada Lunhy yang kini berada di kejauhan sana untuk mengikuti salah satu kegiatan ekskul yakni PMR. Dia juga merupakan salah satu pemain basket putri di sekolahku.
“Gina datangkikah juga bertanding anak PMRnya?” tanyaku mengganggu saat Gina sedang asyik bercanda dengan Abdush. “Kayaknya datangji, karena ndak cukupki itu kalau ndak ada anak PMRnya, ku tauji Ade pasti mau ko ketemu sama..., hahahaha” jawabnya seolah ingin melihatku tersenyum. “sotta, kita mau jeki bertanya” Sanggahku padanya. Akupun kembali menyandarkan kepalaku di atas meja sambil menunggu kedatangan guru. Detik jam terus berputar, guru yang aku tunggu belum juga kunjung datang, akhirnya kuambil secarik kertas yang berada di hadapanku. Kugambari diriku sendiri pada kertas tersebut. “hahaha” tawaku melihat gambar yang kubuat, melihatku tertawa sendiri membuat orang-orang di sekitarku menjadi heran seakan-akan mereka melihatku seperti orang yang baru keluar dari RSJ Dadi.
“Kring…kring….” Terdengar suara bel yang begitu keras menyadarkanku dari khayalan yang konyol. “Ade pergi jajan” ajak Ipul sambil menarik tanganku. “Ayomi pale’, tapi kuambilki dulu uangku di asrama na’” jawabku padanya. Ketika tiba di asrama kulihat ada pesan di layar HPku “kk mwK nnt pgi k skul”. Dan pesan itu berasal dari Lunhy yang dari tadi mengganggu pikiranku. Sambil tersenyum kuberlari kearah ipul. Kini Ipul heran melihatku “Kenapako? Tersenyum-senyum sendiri?” tanyanya, “tidak ji” jawabku dengan enteng. “Ayomi pergi jajan” ajakku.
“Ya’ jadi jika harga naik, maka permintaan akan turun….” jelas guru ekonomiku. Namun di dalam kelas pikiranku pergi entah kemana, aku tidak bisa memusatkan konsentrasiku, badanku terbujur kaku bersandar pada meja. Guruku terus berbicara tanpa kutahu apa yang ia maksud hingga bel istrahat akan berbunyi. “Kriiing…Kriiiiing” akhirnya waktu yang kunanti-nanti datang juga. Segera kubasuh wajahku dan bersiap-siap menuju musalah untuk melaksanakan shalat duhur. Setelah melaksanakan shalat duhur segera kuberlari menuju asrama dengan harapan menerima pesan baru dari Lunhy, ternyata harapanku tidak sesuai dengan apa yang kuinginkan, aku tidak menerima pesan apa-apa darinya. Dengan wajah yang kusut kumasuk ke dalam kelas. Namun sekarang semangatku untuk belajar kini berkobar kembali.
Tak terasa bel pulang berbunyi. Kulangkahkan kaki menuju asrama, kembali kuambil hpku yang sementara mengisi. Kini Lunhy kembali mengabariku “kk ad meK d asrama…ap qt bkind???” setelah membacanya, senyumku mulai berkembang di wajahku yang begitu kusut. Akhirnya aku menghubunginya, kamipun saling bicara hingga akhirnya kuputuskan teleponku karena aku menjadi kesal dibuatnya. Tanpa sadar aku tertidur lelap di atas kasur kuningku.
Suara adzan kembali membangunkanku dari tidur. Setelah kulaksanakan kewajibanku sebagai umat muslim, kuambil bola yang berada di bawah ranjang dan kuajak anak-anak asrama untuk bermain. Ketika sedang bermain kulihat segerombolan wanita berpakaian basket biru menuju lapangan, yang tak lain dan tak bukan adalah teman satu sekolahku. Lunhy berada diantara mereka, kini kekesalanku makin berkobar setelah melihat Lunhy. “We’ pergiki liatki anak putrinya bertanding lawan immim!!!” ajak Wawan menghentikan pertandingan. Kamipun berjalan menuju lapangan, semua orang terlihat senang kecuali Lunhy dan aku tak tahu kenapa. Sorak penonton membuat kedua tim makin bersemangat. Tibalah waktu Lunhy memasuki lapangan, dan saat itu juga abdush memanggiku “Ade’ ayo pulang, nanti terlambatki shalat magrib”. “Liatmi dulu sebentar anak putrinya main” jawabku, namun Abdush tetap berjalan meninggalkanku. Akupun menyusulnya namun ketika di perjalanan, entah mengapa yang ada di pikiranku hanyalah putus, putus, dan putus. Mungkin karena aku jengkel dengannya. Sesampainya di asrama kuambil hpku dan kukirim pesan pada Lunhy untuk mengakhiri kisah Chayanoever.
“Ddet sory naph…
Kyakx nd bz pha trimaq buka jilbab,
Ju2r masih seringK emosi klo lyatq buka jilbab
Mungkin msi byak jii co laen y mw trimaq bgitu,
Dan lebih baek drpd z…
Sory sekali lg naph…
Kan msi bz jii berteman ato bersahabat”
Pesan terakhirku menutupi kisah Chayanoever…
S E K I A N
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ada pertanyaan atau sanggahan, teman-teman bisa mengisi kotak komentar ini. Mari budayakan berkomentar. Selain baik untuk blog sobat, baik juga untuk kesehatan kita :D