Di suatu fajar, aku terbangun oleh suara kakak dan adikku, yang sedang bertengkar dan saat ku dengar adikku mengatakan “kembalikan” aku tahu itu adalah repot tv yang diperebutkan mereka, aku ingat ini hari minggu dan aku punya janji dengan nia, seorang sahabatku.
Namanya tak seindah kisah hidupnya ibunya gila, ayahnya sakit-sakittan hingga hanya untuk berdiripun ia sulit, apalagi neneknya yang sudah termakan oleh waktu dan hanya dapat bersandar di jendela rumahnya, saat itu umurku 10 tahun dan aku duduk di kelas 5 SD, dia kakak kelasku rumahnya berada dipinggir jalan depan rumah, ia tulang punggung keluarganya.
Waktu menujukkan pukul tujuh tiga puluh, dan kupikir aku punya waktu 30 dari sekarang untuk mempersiapakan yang akan kugunakan nanti, nia berniat mengajakku menanam di sawah, jangan pernah berpikir kalau itu sawahnya karna iapun hanya di bayar untuk menanam padi di sawah itu.
“pergi mka nahh” tanyaku pada seorang tanteku yang sedang sibuk menyiapakan sarapan pagi.
“ndaak sarapan dulu” tanyannya padaku
“ahh ndaak masih kenyang” jawabku walaupun saat itu perutku belum terisi apapun hanya segelas air putih yang kuminum tadi pagi, entah mengapa aku begitu bersemangat hari ini tapi aku tahu satu hal yang membuatku bersemangat untuk hari ini, aku kan belajar hal yang baru sesuatu yang belum pernah aku lakukan, yang mungkin takkan kudapat di sekolah.
Tepat seperti dugaanku nia sudah siap menugguku di kolong rumahnya sambil mengendong aniknya yang terkecil.
“yakin mau ikut”
Aku tak menjawabnya tatapan dari mataku cukup untuk membuatnya yakin kalau aku ingin ikut bersamanya hari ini.
Kami tak berbicara sepangjang perjalanan, aku lebih suka mengamati apa yang ia lakukan, sesekali ia berbalik padaku menatapku dengan senyumnya, aku tahu di balik senyumnya itu ada hati yang sedang teraniaya tercabikca-cabik oleh waktu,
ia sering bersandar di bahuku sambil menagis dan bertanya mengapa tuhan tak adil padanya, aku tak menjawab apapun hanya membiarkannya menangis dan kalupun ia memintaku menjawab pertanyaanya aku tak mampu menjawab apapun, kami berjalan di jalan sepetak pinggir sawah sambil memegangi sandal yang kami gunakan,
kata nia melepas sandal saat bejalan di pinggiran sawah itu membantunya, dan itupun sepertinya ia terapkan padaku.
Setelah berjalan kurang lebih 20 menit kami sampai, dan saat sampai aku tahu tidak hanya nia yang akan menanami sawah itu , tetapi juga 5 0rang pria dan wanita yang lebih besar daripada kami, mereka mulai turun menanam di sawah dan saat mereka melakukan itu aku hanya menatapnya dari sebuah tempat yang tak jauh dari mereka, aku tak tahu tempat ini apa yang kutahu disini suasanannya sejuk banyak pohon-pohon besar dan tempat ini adalah tempat mereka beristirahat.
Saat nia mulai menanam aku memperhatikan dengan sangat baik, apa yang ia lakukan, tangan kecil itu Nampak tak malu untuk bersenggolan dengan tanah tak peduli seberapa kotor air itu, ia Nampak mahir melakukannya layaknya seorang pianis yang sedang sedang memainkan pianonya, dan saat waktu menujukkan pukul 12 matahari mulai tidak bersahabat tapi ia tetap saja menanam sesekali kulihat tangannya menghapus keringat yang becucuran dari dahinya.beberapa kali kudapati ia nampak menengok kearahku memastikan keadaankku. Dan tak lama setelah itu mereka mulai isrirahat kulihat sawah yng tadinya kecoklatan kini hijau dengan batang –batang padi kecil, kulihat kaki nia di penuhi dengan lumpur tangannyapun begitu, ia memcucinya kemudian duduk di sampingku.
“kau baik-baik sajakan”
“ahh ia pasti” heran aku masih sempat dia menanyakan keadaanku malah aku yang mau bertanya padan, akukan hanya duduk saja melihatnya bekerja, tapi sebelum sempat ia tanyakan tetesan keringat yang jatuh dari dahinya menjawab pertanyaanku.
Kali ini seperti biasa kami tak berbicara banyak, kini kulihat ia mendapatkan upah atas pekerjaannya tadi, Kupikir berapa yang akan di bayarkan atas pekerjaanya itu lembaran uang seribu sebanyak lima lembar, percayalah itu takkan cukup untuk sebuah keluarga, tapi sepertinya ia ikhlas.
Kami berjalan pulang menuju rumahnya, ia nampak bahagia mendapat uang 5000 itu, di rumahnya hanya terdapat sebuah tempat tidur besi yang menurutnya adalah peniggalan dari kakeknya, ranjang itu tidak lebih baik dari sebuah tempat tidur seharga 100.000an iatidur bersama kedua adiknya di ranjang itu ibunya tidur di dapur, ayahnya bahkan tidur di rung tamu satu-satunya yang memisahkan antara dapur temapt tidur dan ruang keluarganya adalah triplek berlubang yang sudah dimakan oleh rayap.
Sesampainya di rumah ia tidak langsung istirahat ia melakukan semua pekerjaan rumah, mulai dari mencuci, memasak, membereskan rumah semua ia lakukan seorang diri, aku kurang tahu sejak kapan kapan ibunya gila tapi yang kutahu ibu itu telah gila semenjak aku tinggal pindah disini yahh,, kurang lebih 6 tahun yang lalu.
Saat semuanya telah selesai waktu munujukkan pukul 4.30 yahh…. 30 menit lagi aku harus berada dirumah, nia bersandar dibahuku kembali menangis seperti yang dilakukannya beberapa waktu yang lalu, ia berkata padaku “ aku tak pernah minta untuk dilahirkan oleh seorang ibu yang gila, ayah yang cacat, atau seorang nenek yang tak dapat kuandalakan aku manusia indri aku mau seperti mereka” aku tidak mencoba memarahinya akan hal yang baru ia ucapkan tadi aku mencoba memahami perasaannya.
Yahh di juga munusia biasa dia anak kecil sepertiku membutuhkan waktu untuk bermain bersama bersama temanya, bukan ekonomi keluarga yang harus ia pikirkan, tapi saat waktu tidak memberinya kesempatan…
Setamat SD aku tak pernah melihat nia lagi hingga sekarang, kupikir ia melajutkannya pendidikanya karna ia ingin jadi seorang menteri keuagan tapi ternyata tidak dia diambil oleh tantenya bekerja di makassar pekerjaan aku juga tak tahu, aku hanya mendengar dari obrolan para ibu-ibu tetanggaku
Aku berharap suatu saat nanti dapat bertemu kembali dengannya dan menjawab pertanyaanya yang tak pernah ku jawab dulu “ mengapa tuhan tak adil” karna kupikir tuhan percaya kalau ia nia mampu mengahadi emua ini…;-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ada pertanyaan atau sanggahan, teman-teman bisa mengisi kotak komentar ini. Mari budayakan berkomentar. Selain baik untuk blog sobat, baik juga untuk kesehatan kita :D