PEMBUBARAN KONSTITUANTE dan LAHIRNYA DEKRIT 1959

 

LATAR BELAKANG

Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.

Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.

Setelah Kabinet Ali Sastroamidjojo berakhir, Moh.Hatta menunjuk Burhanuddin (Masyumi) untuk menyusun Kabinet. Dalam program cabinet Burhanuddin Harahap itu, masalah pemilihan umum menjadi masalah khusus yang perlu mendapat perhatian serius. Bahkan, sesuai dengan rencana semula, bahwa pemilihan untuk anggota parlemen diselenggarakan pada 29 september 1955 dan tanggal 15 desember 1955 pemilihan untuk anggota Konstituante.

Akhirnya pada tanggal 29 September 1955, pemilihan umum dapat terlaksana. Lebih dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan hak suaranya di kotak-kotak suara. Hasil dari pemilihan umum ertama itu, ternyata dimenangkan oleh empat partai yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Sedangkan partai-partai lainnya mendapat suara jauh lebih kecil dari keempat partai tersebut. Kemudian pada tanggal 15 desember 1955, diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota Konstituante. Seuasana pemilihan anggota Konstituante ini lebih tenang dibandingkan ketika pemilihan anggota DPR. Rupanya rakyat sudah lebih berpengalaman sehingga ketegangan dapat diatasi. Dengan keberhasilan pelaksanaan pemilihan umum tahun 1955, maka tugas Kabinet Burhanuddin Harahap dianggap selesai. Dan perlu dibentuk Kabinet baru yang akan bertanggung jawab terhadap parlemen.

Dekrit 5 juli 1959 mungkin merupakan suatu 'pemanasan', demo-demo massa terjadi di berbagai daerah menuntut kembali ke UUD 1945 jauh sebelum dekrit dikeluarkan. Pada 9 Maret 1959, 700 ribu penduduk Jakarta (ketika itu sekitar tiga juta jiwa) melakukan pawai raksasa keliling kota. Mereka menuntut kembali ke UUD 1945 dan pembubaran Konstituante.
Sebelum membubarkan produk hasil Pemilu 1955 yang merupakan pemilu pertama, Bung Karno sebenarnya sejak lama merasa terusik dengan berlarut-larutnya sidang wakil-wakil rakyat yang bertugas untuk membuat UUD. Bung Karno merasa tidak sabar karena sidang Konstituante bertele-tele. Sidang yang berlangsung sejak Oktober 1956, selama dua setengah tahun belum dapat menghasilkan UUD. Mengingat anggota Konstituante dalam sidangnya di Bandung terdiri atas puluhan parpol yang sulit dipertemukan. Apalagi, Pemilu 1955 tidak menghasilkan pemenang mutlak.

PEMBAHASAN

A. Pemilihan Umum Indonesia 1955

Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.

Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

  • Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
  • Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

Hasil Pemilu

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (2,89 persen).

Partai-partai lainnya, mendapat kursi di bawah 10. Seperti PSII (8), Parkindo (8), Partai Katolik (6), Partai Sosialis Indonesia (5). Dua partai mendapat 4 kursi (IPKI dan Perti). Enam partai mendapat 2 kursi (PRN, Partai Buruh, GPPS, PRI, PPPRI, dan Murba). Sisanya, 12 partai, mendapat 1 kursi (Baperki, PIR Wongsonegoro, PIR Hazairin, Gerina, Permai, Partai Persatuan Dayak, PPTI, AKUI, PRD, ACOMA dan R. Soedjono Prawirosoedarso).

B. Konstituante

Konstituante adalah lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950. Pembentukan UUD baru ini diamanatkan dalam Pasal 134 UUDS 1950. Kelahiran Dewan Konstituante dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tanggal 15 Agustus 1950 itu berpredikat sementara, hal ini tertera dalam konsiderans “Menimbang” dari Undang-Undang dimaksud. Oleh karena itu perlu adanya suatu Badan yang menggarap dan menyusun Undang-Undang Dasar yang tetap. Konstituante beranggotakan 550 orang berdasarkan hasil Pemilu 1995. Sampai tahun 1959, Konstituante belum berhasil membentuk UUD baru. Pada saat bersamaann, Presiden Soekarno menyampaikan konsepsinya tentang Demokrasi Terpimpin. Sejak itu diadakanlah pemungutan suara untuk menentukan Indonesia kembali ke UUD 1945. Dari 3 pemungutan suara yang dilakukan, sebenarnya mayoritas anggota menginginkan kembali ke UUD 1945, namun terbentur dengan jumlah yang tidak mencapai 2/3 suara keseluruhan. Setelah voting ketiga, serempak para fraksi memutuskan tidak akan lagi mengikuti sidang Konstituante setelah reses 3 Juli 1959. Keadaan gawat inilah yang menyebabkan Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang mengakhiri riwayat lembaga ini.

C. Tugas Konstituante

          Dewan Konstituante merupakan Lembaga yang sengaja diadakan untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang memiliki wewenang penuh dalam merancang Undang-Undang Dasar. Ketentuan mengenai susunan, keanggotaan berikut syarat-syaratnya, tugas dan wewenang diatur dalam Undang-Undang Dasar yang berlaku pada waktu itu, yakni Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Bahkan bila dalam keadaan tertentu Konstituante dapat bertindak atas nama Dewan Perwakilan Rakyat, karena anggota Dewan Konstituante dipilih langsung oleh rakyat seperti halnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

           Setelah melalui persiapan yang cukup lama maka pada tanggal 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante dengan jumlah 542 orang. Pelantikan anggota Dewan Konstituante ini diselenggarakan pada tanggal 10 November 1956. Dari 542 anggota. Dewan ini sekitar 80 persen diwakili oleh Partai Masyumi, Partai Nasional Indonesia, Partai NU, dan Partai Komunis Indonesia. Sedang sisanya adalah partai kecil dan Anggauta yang tidak berpartai.

          Setelah mengadakan sidang-sidangnya sekitar dua tahun Dewan Konstituante macet karena tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang mendasar seperti menetapkan dasar negara dan sebagainya. Akhirnya terjadilah Dekrit Presiden RI kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. saat berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara bahwa kewenangan merancang Undang-Undang Dasar terletak di suatu badan yang disebut Konstituante, Komisi Konstitusi diadakan dengan alasan bahwa rumusan amandemen I, II, III, dan IV yang dihasilkan Majelis Permusyawaratan Rakyat masih perlu dikaji secara konprehensif dan transparan.

D. Pembubaran Konstituante

Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD ’45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD ’45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.

Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer

E. Lahirnya Dekrit

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD ’45. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD ’45.

ketika Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dibacakan oleh Bung Karno pada pukul 19.00 di Istana Merdeka. Untuk itu, tidak tanggung-tanggung dilakukan pengerahan massa secara besar-besaran. Semua bioskop di Jakarta diminta untuk tidak mengadakan pertunjukan pada pukul 14.00-18.00. Padahal, bioskop merupakan hiburan utama rakyat. Dalam pengerahan massa itu juga, truk-truk milik swasta diminta untuk mengangkut massa rakyat. Tram yang ketika itu merupakan angkutan kota yang paling banyak mengangkut masyarakat, juga dikerahkan untuk mengangkut masyarakat tanpa memungut bayaran alias gratis. Hal yang sama juga diharuskan bagi bus kota. Pokoknya, rakyat diminta berduyun-duyun ke Monas depan Istana Merdeka.

Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.

Isi dari Dekret tersebut antara lain:

1. Pembubaran Konstituante

2. Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950

3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

Jenderal Nasution, kepala staf Angkatan Darat, mengeluarkan maklumat mendukung Dekrit Presidan 5 Juli 1959, sekalipun mengeluarkan Perintah Harian yang ia tujukan kepada seluruh anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Kemudian, Mahkamah Agung mengeluarkan pernyataan yang membenarkan dekrit tersebut dengan membubarkan Konstituante hasil Pemilu 1955.

Lima hari setelah Dekrit Presiden, pada 10 Juli 1959 dilantiklah Kabinet Juanda (Kabinet Karya). Presiden Soekarno sekaligus sebagai PM dan Juanda sebagai Menteri Pertama. Kemudian pada 22 Juli 1959, DPR hasil pemilu pertama secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk bekerja terus berdasarkan UUD 1945. Demokrasi Terpimpin ini berlangsung hingga terjadinya tragedi G30S/PKI 1965.

 

image

 

Kesimpulan

Konstituante adalah lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950. Bung Karno sebenarnya sejak lama merasa terusik dengan berlarut-larutnya sidang wakil-wakil rakyat yang bertugas untuk membuat UUD. Bung Karno merasa tidak sabar karena sidang Konstituante bertele-tele. Sidang yang berlangsung sejak Oktober 1956, selama dua setengah tahun belum dapat menghasilkan UUD. Mengingat anggota Konstituante dalam sidangnya di Bandung terdiri atas puluhan parpol yang sulit dipertemukan. Apalagi, Pemilu 1955 tidak menghasilkan pemenang mutlak. Akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Dekrit.

8 komentar:

Jika ada pertanyaan atau sanggahan, teman-teman bisa mengisi kotak komentar ini. Mari budayakan berkomentar. Selain baik untuk blog sobat, baik juga untuk kesehatan kita :D