(Cerpen) Teman Kecilku...Cinta Monyetku

Aku Rini amriani. Biasanya orang sering memanggilku dengan sebutan Nhot. Aku anak dari seorang laki – laki yang bekerja pada sebuah perusahaan pertambangan timah dan bertindak sebagai pemegang cabang perusahaan yang terletak di Kabupaten Bone serta anak dari seorang ibu rumah tangga yang mempunyai segudang urusan. Sekarang aku berumur 15 tahun. Aku bersekolah di sebuah sekolah dasar bernama SDN. Tamalanrea yang terletak di JL. Perintis kemerdekaan 10, Makassar.
Kriiiiiiing……………..kriiiiiiiiiing………
Jam weker di kamarku berdentang dengan kencangnya seakan ingin merobek gendang telingaku dengan dentumannya yang pelan namun sangat nyaring terdengar. Aku kemudian memaksa sistem saraf di tubuhku untuk menggerakkan otot tubuh yang kaku terhanyut oleh dahsyatnya mimpi yang semalam menghiasi tidurku. Sistem sarafku pun kali ini mau berkompromi dengan waktu yang sudah menunjukkan pukul 06.00, waktu di mana aku harus mempersiapkan diri untuk mengisi lembaran – lembaran cerita kehidupan yang akan kulalui hari ini. Aku pun bangun dan menyandarkan diri di tiang tempat tidurku sejenak untuk menstabilkan perasaanku yang masih penasaran dengan misteri mimpi yang kualami. “Hhhhhhuuuuuuuuaaaa”, sesekali aku menguap sebagai tanda aku masih ingin terlelap dalam tidurku. Aku kemudian sedikit menggerakkan otot tubuhku mulai dari leher hingga otot pada bagian tulang belakangku. Setelah merasa rileks, aku kemudian melangkah ke jendela kamarku untuk membuka tirai yang semalam tersingkap oleh tangan mungilku. Kemudian kulanjutkan dengan membuka jendela kamar yang besinya sudah berkarat termakan waktu. Kulihat kucingku mulai bermain dengan rerumputan yang masih basah terselimuti embun. Aku tersenyum melihat tingkah “Chibby” yang mengguling – gulingkan tubuhnya dan membiarkannya basah oleh titik – titik embun. Kulirik jam weker yang mengarahkan kedua jarumnya keangka 06. 10. “Nhot….. kamu sudah bangun?” teriak mama yang membuyarkan khayalanku yang hampir saja membuatku terhanyut dan kembali melangkah ke tempat tidurku. “Iya mama…” jawabku seraya menyambar handuk yang menggelantung di jemuran kecil di kamarku. Kutuntun langkahku ke kamar mandi dan segera membersihkan tubuhku seperti Chibby yang membersihkan tubuhnya dengan embun yang membalut tubuh rumput di halaman rumahku. Pukul 06.30, aku selesai mandi dan segera berpakaian. Setelah berpakaian, aku kemudian menuju ruang makan untuk sekedar mengambil sepotong roti berisi selai coklat kesukaanku. “Mama… aku berangkat yaaaa”, teriakku sambil menggigit sepotong roti di tanganku. “Iya, hati – hati” sahut mama dari arah dapur. Akupun berangkat ke sekolah dengan sebuah becak yang dikomando oleh seorang lelaki tua bernama Daeng Jatting. Pukul 07.00, aku sampai di pintu gerbang sekolah, disambut oleh berbagai jenis suara dari bibir – bibir kecil yang aku sendiri tak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan. Aku kemudian melangkahkan kakiku ke kelas III.b yang terletak selurusan dengan pintu gerbang. Ketika memasuki kelas, kulihat sebuah tas yang kurasa asing menggantung di belakang bangkuku. “Tyas, ini milik siapa?” teriakku pada sahabatku Tyas dengan nada yang sedikit meninggi. “Itu milik Iand, anak baru yang kemarin terpaksa menempati tempatmu yang kosong. Kamu sih nggak ke sekolah”. Jawab Tyas dari luar kelas. “Aku sakit, asmaku kambuh. Emangnya suratku nggak ada?” tanyaku lagi. Kali ini Tyas hanya menjawab dengan gelengan seraya membaca buku IPA di tangannya. Kupindahkan tas itu dari tempat dudukku dan meletakkannya di meja guru. Aku tak peduli itu milik siapa. Yang jelasnya dia telah lancang menitipkan tubuhnya duduk di tempat dudukku. Selang beberapa menit, sesosok tubuh berjalan di sampingku dengan mengikutsertakan tas yang tadi berada di tempatku. “Oh, jadi ini anak baru itu”, fikirku dalam hati. Mataku entah mengapa terus saja mengikuti langkahnya yang semakin jauh meninggalkan diriku, menuju sebuah bangku kosong di berada 3 bangku dari bangkuku. “Teeeeng.. teeeng.. teeeng” lonceng sekolah berbunyi menandakan jam pelajaran akan dilaksanakan. Aku pun mengarahkan pandanganku ke papan tulis dan memperhatikan guruku yang akan membahas pelajaran IPA pagi itu. Pukul 12.00, akhirnya jam sekolah pun usai aku pulang dengan bibir yang entah mengapa selalu memancarkan senyum bahagia. Detik demi detik berlalu menjadi menit lalu selanjutnya berganti menjadi jam lalu hari minggu dan bulan. Waktu bergulir seiring dengan lebih akrabnya aku dengan Iand serta Tyas. Mulai dari belajar bersama, bermain, dan sebagainya, aku lakukan dengan perasaan yang semakin lama semakin tak kumengerti perasaan apa yang bergejolak di dalam hatiku tersebut kepada Iand. Bingung dengan keadaanku yang semakin tak menentu, aku memberanikan diri untuk menceritakan apa yang kurasakan kepada Tyas sahabatku. Awalnya Tyas hanya tertawa, tapi lama kelamaan dia mulai menampakkan raut wajah yang sepertinya tak suka mendengar kenyataan tentang perasaanku ke Iand. Tiba – tiba saja Tyas mengucapkan sesuatu yang mengagetkanku. “Sebenarnya aku juga suka sama Iand. Hmm.. semenjak dia datang ke sekolah ini.” sahut Tyas menyatakan perasaannya tanpa memperdulikan aku yang sedikit terluka dengan kata – kata itu. Tapi dengan segera aku membuang perasaan sakit yang kurasa. Aku kemudian tertawa dan segera memeluk Tyas dan berkata bahwa tadi aku Cuma berbohong. Padahal sejujurnya dibalik tawaku tersebut, tersimpan perih yang tak tau lagi harus kuapakan. Tapi aku lebih memilih melihat temanku bahagia dan mempertahankan persahabatanku dengan Tyas daripada harus melanjutkan perjuangan untuk mencintai seseorang yang juga dicintai oleh sahabatku. Sejak hari itu, aku pun mulai menjaga jarak dengan Iand. Kulihat Iand juga tak peduli dengan semakin menjauhnya aku dengan dia. Yang kulihat, dia malah semakin akrab dengan Tyas. Dan tampaknya Tyas sangat senang. Akupun hanya bisa membagikan sedikit senyum walaupun hatiku tak pernah senyum melihat itu semua. Dan aku Cuma bisa berkata :
“Walaupun cintaku ini menginginkan cintamu,
Walaupun cintaku ini seindah warna pelangi,
Dan walaupun cintaku ini sebesar ketulusan hatiku melihat kau dengannya,
Apalah dayaku yang lebih memilih cinta dari sahabatku
Dibandingkan memilih cintamu yang
Pada akhirnya akan melukai hati sahabat
Yang telah mewarnai hidupku.
Biarlah rasaku mengalir bagaikan air
Yang meninggalkan dirimu dan kehidupanmu.
Yang aku tahu,
Lama - kelamaan cintaku itu akan pupus
Seiring bergantinya hari
Lama kelamaan cintaku akan memudar.
Dan lama kelamaan cintaku akan pergi meninggalkan relung hatiku
Walaupun dengan memberikan luka membekas
Yang kan selalu tersimpan rapi di ingatanku.
Dan lama kelamaan cintaku pun akan menyadari
Bahwa cinta memang tak selamanya bahagia.
cinta memang tak selamanya terbalaskan.
Dan cinta memang tak harus memiliki.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada pertanyaan atau sanggahan, teman-teman bisa mengisi kotak komentar ini. Mari budayakan berkomentar. Selain baik untuk blog sobat, baik juga untuk kesehatan kita :D