(Cerpen) Elektone Berdarah

Gemerlap lampu, kerumunan manusia, ikut melengkapi indahnya suasana malam pada suatu pernikahan, yang diwarnai oleh indahnya senandung-senandung lagu dari electone-electone yang ada. Ingin rasanya aku kesana dan berbaur bersama kawan yang telah menanti. Namun, aku merasa malu karena, ini adalah pengalaman pertamaku ke pesta pernikahan yang dilakukan bukan di tempat aku tinggal. Hembusan angin malam, seolah memaksaku untuk pergi. Tetapi, setelah berpikir-pikir akhirnya saya membatalkan niat saya ini. Pada beberapa acara electone di daerah-daerah, hanyalah ada beberapa layanan musik saja. Tetapi, di sini keadaannya sangatlah berbeda. Pada acara electone di sini, selain adanya sajian music juga ada yang biasa dikatakan ‘’candoleng-doleng’’ dan orang yang melakukan tarian ‘’candoleng-doleng’’ sering disebut sebagai biduan,atau lonte,atau ganggawa. Hal inilah yang menjadi sesuatu yang menarik bagi pemuda-pemuda di desa saya ketika ada acara-acara pernikahan.
Setelah janjian dengan teman-teman untuk pergi. Akhirnya seorang teman yang merupakan sahabat baik saya sejak kecil yang bernama Aliel, datang memanggil saya melalui celah jendela yang tidak tertutup rapat karena jendela itu hanya terbuat dari sebuah kayu yang agak lapuk . Saya yang terbaring di ranjang, segera keluar dan saya mendengar suara tante yang menanyakan bahwa saya ingin kemana. Sayapun menjawab bahwa saya ingin keluar sebentar. Sebenarnya saya tahu bahwa tante melarang saya pergi ke pesta tersebut karena ia tahu bahwa setiap acara pernikahan di desa saya pasti diwarnai dengan acara ‘’candoleng-doleng’’. Tetapi, saya ingin sekali pergi melihatnya lagipula saya tidak ingin mengecewakan teman saya yang datang dan mengingkari janji yang telah disepakati.
Setelah berbicara dengan teman, akhirnya dia dapat mengerti dan akan mengatakannya kepada teman-teman yang lain. Akhirnya saya kembali ke kamar dengan penuh lesu dan sedikit kecewa karena tak dapat pergi. Tetapi saya yakin bahwa apa yang dikatakan tante saya pasti ada baiknya. Setelah lama terbaring, akhirnya sayapun tertidur. Tetesan embun yang menjatuhi wajahku membuat aku terbangun dari tidurku yang lelap. Ketika terbangun, saya segera menuju tempat wudhu untuk menunaikan tugas suci yaitu salat subuh. Ketika selesai menjalankan salat, saya menuju ruang tamu untuk merasakan sejuknya hembusan angin yang mampu menyegarkan jiwa. Saat menuju ruang tamu, seketika langkahku terhenti melihat pasukan polisi yang sedang tertidur dengan pakaian khasnya yaitu pakaian berwarna coklat.
Melihat hal ini saya langsung pergi menanyakannya dengan tante. Saat kutanya tante berkata, pada waktu malam terjadi sebuah peristiwa berdarah dengan tewasnya seorang pemuda dari desa KAZEKAGE dengan kepala yang terputus karena mendapat tebasan dari seorang pemuda yang berasal dari desa saya yaitu desa KONOHAGAKURE. Peristiwa ini terjadi ketika seorang biduan,atau lonte,atau ganggawa sedang memulai aksinya dengan melepas pakaiannya satu persatu sehingga membuat para pemuda saling berebutan untuk melihat hal yang tak senonoh ini. Disaat sedang berebutan tempat, akhirnya menimbulkan benturan-benturan tubuh antar pemuda yang kemudian memicu timbulnya perkelahian, tetapi karena tidak adanya rasa saling menghargai maka peristiwa berdarah inipun terjadi.
Ketika mendengar cerita dari tante, awalnya saya terkejut mungkinkah pemuda yang tewas itu adalah sahabat saya. Akhirnya sayapun memutuskan untuk berlari ke rumah Aliel dan mencarinya. Sayapun berlari dengan sekuat tenaga berharap semoga hal ini tidak terjadi. Ketika saya berada di depan rumah Aliel, saya mencoba mengucap salam. Kemudian Aliel keluar dan sayapun langsung memeluknya seraya bertanya tentang kabarnya dan Aliel hanya menjawab kalau dia hanya baik-baik saja. Kemudian dia mencoba menceritakan peristiwa tersebut kepada saya. Setelah beberapa hari kasus ini ditangani oleh polisi, beberapa barang bukti telah ditemukan dan polisi sudah dapat menentukan pelakunya melalui wawancara dengan para penduduk desa.
Dari peristiwa ini, para penduduk dari desa KAZEKAGE ingin menyerang desa saya. Oleh sebab itu, para anggota polisi terus dikerahkan untuk mampu mengatasi masalah ini. Setiap menjelang waktu maghrib, para penduduk dari desa saya pergi menginap di desa TSUNAGAKURE untuk berlindung dari serangan desa KAZEKAGE. Kami meninggalkan desa dengan keadaan sunyi dan gelap tetapi, di sana terdapat polisi yang terus berjaga-jaga. Setiap saya pergi berlindung ke desa TSUNAGAKURE, saya selalu bersama sahabat saya, Aliel. Kami kembali ke desa pada waktu subuh hari. Kami melakukan hal ini selama beberapa minggu.
Akhirnya pada suatu hari, tersangka pada peristiwa ELECTONE BERDARAH itu berhasil ditangkap setelah didapatkannya data-data dari pengakuan masyarakat tentang tempat persembunyian tersangka. Tersangka ditemukan di suatu tambak dekat rumah warga yang kemudian menyerahkan diri setelah digrebeg oleh polisi. Kemudian tersangka dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Setelah kejadian ini bapak kepala desa kemudian membuat surat perdamaian untuk desa KAZEKAGE.
Sungguh pengalaman yang tak terlupakan, dari ini saya dapat bersyukur dengan tidak hadirnya saya pada pesta penikahan tersebut dan saya akan terus mematuhi perintah tante. Semoga tidak ada lagi ELECTONE-ELECTONE yang menampilkan sesuatu yang dapat mengakibatkan terjadinya benturan fisik dan lain-lain. Ah……………………sungguh melelahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada pertanyaan atau sanggahan, teman-teman bisa mengisi kotak komentar ini. Mari budayakan berkomentar. Selain baik untuk blog sobat, baik juga untuk kesehatan kita :D