WARGA NEGARA DAN PEWARGANEGARAAN

WARGA NEGARA DAN PEWARGANEGARAAN
A. Pengertian Warga Negara
1. Warga Negara secara umum : Anggota suatu negara yang mempunyai keterikatan timbal balik dengan negaranya
2. Warga Negara Indonesia menurut Pasal 26 UUD 1945 adalah : Orang-orang bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan Undang-undang sebagai warga negara
3. Bangsa Indonesia asli adalah Orang-orang pribumi / penduduk asli Indonesia yang ; (Lahir, besar, berdomisili, berkarya di Indonesia, serta mengakui Indonesia sebagai tanah airnya)
4. Warga Negara Indonesia Menurut ( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganeggaraan ) yaitu:
• Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundangan dan/atau berdasarkan perjanjian pemeirntah RI dengan negara lain sebelum Undang-undang ini berlaku sudah menjadi WNI.
• Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI .
• Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah WNI dan ibu WNA.
• Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ibu WNI dan ayah WNA.
• Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak mepunya kewarganegaraan atau hukum asal ayahnya tidak memberiikan kewarganegaraan pada anak tersebut.
• Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNI, dan jika ayahnya WNA maka harusdisertai pengakuan dari ayahnya.
• Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI.
• Anak yang lahir di wilayah RI yang pada waktu lahir tidak jelass status kewarganegaraan ayah ibunya.
5. Bangsa lain Menurut Penjelasan UUD 1945 adalah Peranakan Belanda, Cina, Arab, dll. Yang menetap di wilayah RI dimana mereka mengakui Indonesia sebagai Tanah Air-nya, dan bersikap setia kepada NKRI
B. Dasar Hukum
• Di Negara Indonesaia di atur dalam:
• UUD 1945 pasal 26
• UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI + Peraturan Pelaksananya
C. Cara Memperoleh Kewarganegaraan 1. Asas Kelahiran
a. Ius Soli (Menurut Tempat Kelahiran) yaitu; Penentuan status kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat dimana ia dilahirkan. Seseorang yang dilahirkan di negara A maka ia menjadi warga negara A, walaupun orang tuanya adalah warga negara B. asas ini dianut oleh negara Inggris, Mesir, Amerika dll
b. Ius Sanguinis (Menurut Keturunan/Pertalian Darah) yaitu; Penentuan status kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan dari negara mana seseorang berasal Seseorang yg dilahirkan di negara A, tetapi orang tuanya warga negara B, maka orang tersebut menjadi warga negara B.(dianut oleh negara RRC)
2. Naturalisasi Adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menyebabkan seseorang memperoleh status kewarganegaraan, Misal : seseorang memperoleh status kewarganegaraan akibat dari pernikahan, mengajukan permohonan, memilih/menolak status kewarganegaraan
a. Naturalisasi Biasa Syarat – syarat :
1. Telah berusia 21 Tahun
2. Lahir di wilayah RI / bertempat tinggal yang paling akhir min. 5 thn berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut
3. Apabila ia seorang laki-laki yg sdh kawin, ia perlu mendpt persetujuan istrinya
4. Dapat berbahasa Indonesia
5. Sehat jasmani & rokhani
6. Bersedia membayar kepada kas negara uang sejumlah Rp.500 sampai 10.000 bergantung kepada penghasilan setiap bulan
7. Mempunyai mata pencaharian tetap
8. Tidak mempunyai kewarganegaraan lain apabila ia memperoleh kewarganegaraan atau kehilangan kewarganegaraan RI
b. Naturalisasi Istimewa Naturalisasi ini dapat diberikan bagi mereka (warga asing) yang telah berjasa kepada negara RI dengan penyataan sendiri (permohonan) untuk menjadi WNI, atau dapat diminta oleh negara RI
3. Permasalahan dalam Pewarganegaraan
a. Apatride adalah Seseorang yang tidak memiliki status kewarganegaraan Contoh : Seorang keturunan bangsa A (Ius Soli) lahir di negara B (Ius Sanguinis) Maka orang tsb bukan warga negara A maupun warga negara B
b. Bipatride adalah Seseorang yang memiliki kewarganegaraan rangkap Contoh : Seorang keturunan bangsa C (Ius Sanguinis) lahir di negara D (Ius Soli). Sehingga karena ia keturunan negara C, maka dianggap warga negara C, tetapi negara D juga menganggapnya sebagai warga negara,karena ia lahir di negara D
c. Multipatride : Seseorang yang memiliki 2 atau lebih kewarganegaraan Contoh : Seorang yang BIPATRIDE juga menerima pemberian status kewarganegaraan lain ketika dia telah dewasa, dimana saat menerima kewarganegaraan yang baru ia tidak melepaskan status bipatride-nya
Permasalahan tersebut di atas harus di hindari dengan upaya:
• Memberikan Kepastian hukum yang lebih jelas akan status hukum kewarganegaran seseorang
• Menjamin hak-hak serta perlindungan hukum yang pasti bagi seseorang dalam kehidupan bernegara
4. Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia ( Berdasarkan Penjelasan UU No. 62 Tahun 1958 )
• Karena kelahiran
• Pengangkatan
• Dikabulkannya Permohonan
• Pewarganegaraan (Opsi/Repudiasi)
• Akibat Perkawinan
• Turut Ayah atau Ibu
• Pernyataan
Pewarganegaraan dapat dilakukan, karena seseorang tersebut telah:

1. Berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;

2. Bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh puluh) tahun tidak berturut-turut;

3. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

4. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap;

5. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara;

6. Sehat jasmani dan rohani;

7. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yangdiancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih; dan

8. Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda.

Adapun bolehnya pewarganegaraan dilakukan adalah suatu bentuk bahwa negara Indonesia sangat menghargai orang-orang yang telah memenuhi semua kriteria di atas, untuk bergabung menjadi warga negara Indonesia.
POLITIK HUKUM KEWARGANEGARAAN DAN PEWARGANEGARAAN (II)
Written by Administrator
Friday, 04 May 2007 17:00
DALAM REPUBLIK INDONESIA (BAGIAN II)
V. Kewarganegaraan dan Pewarganegaraan dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Meskipun pada masa sekarang kita sudah mempunyai undang-undang kewarganegaraan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 yang pada esensinya ditafsirkan bahwa semangat dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah mempermudah dan melindungi hak-hak warga negara dan bertujuan memberi kepastian hukum.
Bahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Hamid Awaludin menyatakan bahwa paradigma pemerintah tentang kewarganegaraan berubah, sebelumnya cara pandang tentang kewarganegaraan didominasi latar belakang etnis atau suku. Namun sejak undang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Agustus 2006, cara pandang tersebut berubah. Cara pandang kewarganegaraan baru itu menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia didasarkan pada hukum. “Bukan lagi etnis atau warna kulit, tidak diskriminatif dan menghargai prestasi seseorang”. (baca Kompas “Pejabat yang lalai bisa dipenjara 3 tahun”, tanggal 21 September 2006 : 4)
Kemudian ditegaskan bahwa dengan cara pandang itu, setiap orang yang ingin menjadi Warga Negara Indonesia tidak lagi harus susah payah mengurus syarat administrasi yang bertele-tele termasuk SBKRI. (baca Kompas “Pejabat yang lalai bisa dipenjara 3 tahun”, tanggal 21 September 2006 : 4). Kendati demikian, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tersebut, terhadap masalah kewarganegaraan Warga Tionghoa Indonesia bukan lantas terselesaikan. Sebagai contoh konkrit kita saksikan di sekitar kita sekarang ini masih terjadi kesulitan-kesulitan berkenaan dengan Warga Tionghoa Indonesia. Mereka yang hendak menjadi Warga Negara Indonesia atau mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan menjadi Warga Negara Indonesia ternyata menemui kesulitan yang hanya dapat diatasi dengan bantuan dari pihak negara atau pelaksanaan undang-undang kewarganegaraan yang baru sesuai dengan semangat pembaharuan dan non diskriminatif.
Justru sebaliknya sehari sebelum penegasan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada harian surat kabar Kompas memuat berita yang sangat mengejutkan, bahwa ternyata masih banyak warga Tionghoa di Surabaya yang dianggap sebagai Warga Negara Asing meskipun lahir dan tumbuh besar di Indonesia. (baca Kompas “Susahnya menjadi Warga Negara Indonesia di Surabaya”, tanggal 20 September 2006 : 5)
Berdasarkan pemantauan wartawan harian surat kabar Kompas di lapangan, ditegaskan bahwa ternyata di Jakarta pun praktik diskriminasi pada Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa masih terjadi kendati undang-undang kewarganegaraan baru diberlakukan. (baca Kompas, “Susahnya menjadi Warga Negara Indonesia di Surabaya”, tanggal 20 September 2006 : 5). Adanya diskriminasi itu di masyarakat, meskipun Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 menjamin hak setiap Warga Negara Indonesia sama di hadapan hukum.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 menentukan bahwa “Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” Dalam penjelasan Pasal 2 tersebut menerangkan pengertian orang-orang bangsa Indonesia asli adalah “Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri”. Hal ini berarti secara yuridis ketentuan ini oleh pembentuk undang-undang dimaksudkan sedapat mungkin mencegah timbulnya keadaan tanpa kewarganegaraan.
Oleh karena itu, dengan menerapkan asas kelahiran (ius soli), orang yang lahir di wilayah Republik Indonesia mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum, karena mereka adalah warga negara Republik Indonesia. Titik berat diletakkan atas kelahirannya dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan tujuan supaya tidak ada anak yang lahir menjadi apatride.
Interpretasi tentang pengertian orang-orang bangsa Indonesia asli ini, setidak-tidaknya telah memperjelas pengertian “Asli” yang bersifat yuridis konstitusional yang tidak dapat kita abaikan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 26 dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen) dengan Pasal 1 huruf (a) dan (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946, sehingga mereka yang menjadi warga negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 sama aslinya seperti yang dimaksud asli berdasarkan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ditetapkan oleh Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 bahwa Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dalam negara Republik Indonesia secara otomatis menjadi warga negara Republik Indonesia.
Ketegasan siapa orang-orang bangsa Indonesia asli sebagaimana diatur dalam Pasal 2 berikut penjelasannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 telah memperjelas dan mempertegas kedudukan dan kepastian hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia yang sejak kelahirannya di wilayah Republik Indonesia tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri ; Adalah senafas dan sejalan dengan ketegasan yang diatur dalam ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1946, sehingga dengan demikian pada tataran yuridis konstitusional interpretasi tentang pengertian “Asli” menjadi lebih jelas.
Sehubungan dengan itu, dipandang perlu guna mempertegas siapa saja yang menjadi Warga Negara Indonesia, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 menegaskan sebagai berikut :
“Warga Negara Indonesia adalah :
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia ;
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia ;
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu Warga Negara Asing ;
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing dan ibu Warga Negara Indonesia ;
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut ;
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia ;
g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia ;
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin ;
i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya ;
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui ;
k. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya ;
l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan ;
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia”.
Selanjutnya mengenai cara-cara memperoleh kewarganelah satu yang penting adalah ditegakkannya prinsip kewarganegaraan yang akan menjadi dasar bagi format dan struktur politik hukum negara kesatuan Republik Indonesia, bukan hanya pelopor kemerdekaan bagi seluruh bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, tetapi juga perintis jalan dalam memecahkan soal-soal kewarganegaraan Warga Tionghoa Indonesia yang benar-benar memadai di dalam proses menjadi negara bangsa di alam Indonesia merdeka.
Sekarang dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 kita doakan dan bersama-sama berjuang agar undang-undang kewarganegaraan yang telah dirintis dengan susah payah di masa lalu maupun sekarang yang telah dirintis oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama Pemerintah dengan memberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dapat kiranya diteruskan, dikawal, dan diperjuangkan dengan memperbaiki kesalahan di masa lampau dan memperkuat yang sudah benar untuk masa depan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Sesungguhnya dengan semangat warga bangsa dalam mewujudkan supremasi hukum dengan menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka upaya perjuangan berbagai pihak, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan berbagai organisasi-organisasi non pemerintah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah yang tidak kenal akhir, maka upaya perjuangan untuk mewujudkan perlakuan yang adil bagw of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride).
Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian.
Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan undang-undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia,
1. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
2. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun luar negeri.
3. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
4. Asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
5. Asas non diskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
6. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya.
7. Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.
8. Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.
Selanjutnya ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 secara tegas telah menyatakan dicabut dan dinyatakan tidak berlakunya :
a. Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraa Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3077) ;
b. Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini.
Selain itu, semua peraturan perundang-undangan sebelumnya yang mengatur mengenai kewarganegaraan, dengan sendirinya dinyatakan tidak berlaku karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :
1. Undang-Undang Tanggal 10 Pebruari 1910 Tentang Peraturan Tentang Kekaulanegaraan Belanda Bukan Belanda (Stb. 1910 296 jo. 27 458) ;
2. Undang-Undang Tahun 1946 Nomor 3 Tentang Warga Negara dan Penduduk Negara jo. Undang-Undang Tahun 1947 Nomor 6 jo. Undang-Undang Tahun 1947 Nomor 8 jo. Undang-Undang Tahun 1948 Nomor 11 ;
3. Persetujuan Perihal Pembagian Warga Negara antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 2) ;
4. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1971 Tentang Pernyataan Digunakannya Ketentuan-Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 Tentang Warga Negara dan Penduduk Negara Republik Indonesia untuk Menetapkan Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi Penduduk Irian Barat ; dan
5. Peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan kewarganegaraan. (Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia)
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ternyata salah satu permasalahan pokok yang di dalam proses “Menjadi” negara bangsa Indonesia setelah berusia lebih dari setengah abad adalah belum memberikan pemecahan dan penyelesaian masalah kewarganegaraan Indonesia bagi Warga Tionghoa Indonesia yang tidak memiliki surat bukti kewarganegaraan sebagaimana diberitakan pada harian surat kabar Kompas tertanggal 20 September 2006 tersebut di atas. Kita masih membutuhkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dan Peraturan Perundang-undangan masa silam yang justru sudah dinyatakan tidak berlaku.
Dengan undang-undang kewarganegaraan yang baru ini diharapkan Presiden Republik Indonesia dapat memberikan pemecahan dan penyelesaian secara tertib, tegas, dan tuntas, agar mereka yang tidak memiliki surat bukti kewarganegaraan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia baik melalui permohonan berdasarkan pewarganegaraan atau secara otomatis menjadi Warga Negara Indonesia melalui Peraturan Pengganti Undang-Undang atau pemulihan dengan Keputusan Presiden berdasarkan kepentingan nasional yang mendesak guna mengakhiri persoalan tersebut.
Dengan cara demikian masalah kewarganegaraan bagi Warga Tionghoa Indonesia yang belum mempunyai dan memiliki bukti kewarganegaraan Indonesia dapat diatasi sehingga untuk jangka panjang keturunan seluruh Warga Tionghoa Indonesia dalam membina persatuan dan kesatuan akan lebih mudah dan lebih lancar, dapat dimengerti, diyakini, dan dihayati dalam rangka menetapkan dan memperkokoh ketahanan nasional sehingga dipandang perlu untuk mempercepat proses penyelesaian Warga Negara Indonesia yang belum memiliki surat apapun tersebut.
Negara kesatuan Republik Indonesia bukan hanya mempunyai Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Ratifikasi Konvensi Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik, Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial dan Undang-Undang Kewarganegaraan Baru, yang menjamin perlakuan baik dan adil terhadap Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang selaras dengan ukuran dan anggapan internasional, tetapi juga memiliki sebuah Aparatur Penyelenggara Negara, Kebijakan, Pelaksana Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan yang secara praktis berusaha untuk mewujudkan jaminan yang diberikan secara yuridis konstitusional Hak-Hak Atas Identitas Kewarganegaraan dengan bukti-bukti yang nyata yaitu memberikan perlakuan dan layanan yang sama kepada seluruh Warga Negara Indonesia dalam penyelenggaraan layanan Pemerintahan, Kemasyarakatan dan Pembangunan, dan meniadakan pembedaan dalam segala bentuk, sifat, serta tingkatan kepada Warga Negara Indonesia baik ras atas dasar suku, etnik, agama, kepercayaan maupun asal usul dalam penyelenggaraan layanan tersebut.
Bahwa Aparatur Penyelenggara Negara yang belum atau tidak berhasil menjalankan amanat yuridis konstitusional sebagaimana diharapkan oleh warga negara yang berkepentingan dan oleh Pemerintah sendiri perlu secara tegas diberikan sanksi sebagaimana diamanatkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
Ketika para pendiri negara bersepakat untuk membentuk sebuah negara merdeka yang berdaulat, mereka sebenarnya telah meletakkan prinsip-prinsip dasar diatas mana negara merdeka yang berdaulat dan ditegakkan. Salah satu yang penting adalah ditegakkannya prinsip kewarganegaraan yang akan menjadi dasar bagi format dan struktur politik hukum negara kesatuan Republik Indonesia, bukan hanya pelopor kemerdekaan bagi seluruh bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, tetapi juga perintis jalan dalam memecahkan soal-soal kewarganegaraan Warga Tionghoa Indonesia yang benar-benar memadai di dalam proses menjadi negara bangsa di alam Indonesia merdeka.
Sekarang dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 kita doakan dan bersama-sama berjuang agar undang-undang kewarganegaraan yang telah dirintis dengan susah payah di masa lalu maupun sekarang yang telah dirintis oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama Pemerintah dengan memberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dapat kiranya diteruskan, dikawal, dan diperjuangkan dengan memperbaiki kesalahan di masa lampau dan memperkuat yang sudah benar untuk masa depan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Sesungguhnya dengan semangat warga bangsa dalam mewujudkan supremasi hukum dengan menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka upaya perjuangan berbagai pihak, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan berbagai organisasi-organisasi non pemerintah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah yang tidak kenal akhir, maka upaya perjuangan untuk mewujudkan perlakuan yang adil bagi semua warga telah berhasil dengan disahkannya undang-undang kewarganegaraan baru, yang merupakan usaha bersambungan sejak dulu hingga sekarang sampai ke masa yang akan datang, diharapkan dalam kehidupan sehari-hari yang objektif dan tidak diskriminatif terhadap warga negara yang hendak memiliki bukti kewarganegaraan Indonesia perlu mendapatkan prioritas utama.
Dalam perjuangan itu seluruh Warga Negara Indonesia dengan jiwa pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dengan tidak memandang suku, etnis, ras, agama, kepercayaan, dan sebagainya, mempunyai kewajiban dan hak yang sama untuk mengabdi kepada tanah air, tempat kita lahir, hidup, dan akan mati.
Berbahagia dan sentosalah negara dan bangsa yang mempunyai warga negara, di mana dalam tubuhnya mengalir darah patriot dan demokrasi sejati.

3 komentar:

  1. Terima kasih dengan informasi yang sangat berguna ini. Para pemain sepakbola keturunan Indonesia di luar negeri mendapat kemungkinan untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Ini kemajuan yang perlu disambut baik. Demi kemajuan sepak bola dan martabat Indonesia di kancah Internasional.

    BalasHapus

Jika ada pertanyaan atau sanggahan, teman-teman bisa mengisi kotak komentar ini. Mari budayakan berkomentar. Selain baik untuk blog sobat, baik juga untuk kesehatan kita :D